Bukan Orang Asing

Sesuai permintaan sang ayah, Jibran datang ke rumah orang tuanya untuk bertemu dengan calon yang dijodohkan dengannya bersama dari pihak keluarga sang perempuan. Jibran memenuhi permintaan ini bukan untuk menerima dan pasrah, melainkan demi formalitas semata agar orang tuanya tidak kecewa. Toh, sekarang tidak ada yang menahannya lagi.

Hubungan Jibran dengan Eila sudah kandas tanpa tahu apakah bisa kembali. Sampai saat ini, Jibran tidak menyangka bahwa wanita yang begitu ia cintai sejak masih remaja bisa meninggalkan luka sebesar ini dalam hatinya. Namun, di balik luka yang menganga itu, Jibran yakin sebenarnya ada sesuatu yang tersembunyi dan ini melibatkan perjodohannya. Eila tidak mungkin akting mencintai Jibran, tapi ketakutan tetap ada bahwa ternyata Jibran saja yang terlalu berharap.

“Jadi penasaran secantik apa perempuan yang mau dijodohin sama kamu,” ucap Trian yang hari ini mendampingi Jibran dan tengah menyetir menuju kediaman Adelard. “Pasti cantik banget.”

Tapi nggak secantik Eila. “Aku ke sana numpang makan, basa-basi, terus pulang.”

Trian melirik Jibran di sampingnya. Wajahnya kusut, hanya mau tersenyum kalau sudah di depan kamera atau saat berhadapan dengan banyak orang. Setelah sang aktor putus dengan Eila, hanya Trian yang tahu bagaimana kacaunya Jibran akibat dicampakkan.

“Kalau dasarnya nggak jodoh sama Eila, susah juga, Jibran. Jadi, lebih baik terima perjodohan ini dan aku yakin, pelan-pelan kamu bakal cinta kok sama orangnya.”

Sang manajer benar. Jika saja Jibran mau perlahan menerima, perasaannya pasti pelan-pelan akan tumbuh jua. Namun, prosesnya tidak akan mudah dan takut Jibran malah akan menabur luka pada pasangannya dengan lukanya yang belum kering. Trian memilih bungkam saat Jibran membisu dan hanya fokus pada jalanan.

Percuma bicara dengan Jibran soal urusan pribadi ketika perasaannya masih kacau. Jadi, jika tidak ada urusan pekerjaan, lebih baik Trian tutup mulut saja.

Jibran dan Trian tiba pukul 8 malam tepat. Sebagai Tuan Rumah, Jibran tidak perlu memencet bel, terlebih setelah Mia memberi tahu bahwa putranya bisa langsung masuk ke ruang makan. Maka dengan langkah yang berat karena kali ini tanpa kekasihnya yang entah sedang apa, Jibran memasuki rumah dan berjalan menuju ruang makan.

Jibran tidak pernah berekspektasi apa-apa soal siapa yang akan dijodohkan dengannya. Dia hanya menebak orangnya pasti bukan perempuan biasa sampai bisa mencuri hati Jagad dan Mia. Sampai ketika Jibran sudah memasuki ruang makan dan tinggal beberapa langkah menuju meja makan berkapasitas sepuluh orang, ia berhenti.

Matanya membulat sempurna, memindai ke setiap sisi meja makan yang diisi oleh enam orang. Lima di antaranya adalah orang yang Jibran kenal dan jika benar, maka perempuan yang tengah tersenyum menyambut kehadirannya adalah orang yang akan dijodohkan dengan Jibran.

Satu pria yang sebaya dengan Trian tidak Jibran ketahui siapa, sedangkan Jagad, Mia, Kalani, Timon, dan Samuthi Rakha adalah orang yang seakan tengah menyusun jebakan hingga Jibran tak bisa mundur lagi untuk mencari jalan keluar.

Rencana apa lagi ini?