Dekati Lawan, Memihak yang Benar

Jagad dan Mia memandang dua orang di hadapannya dengan nyalang, tidak suka dengan kehadiran salah satunya sebab sebenarnya tidak diundang. Namun, karena tidak ingin membiarkan wanita kesayangannya sendiri—terlebih yang dibicarakan adalah soal dirinya—Jibran merasa memiliki kewajiban untuk datang dan mendampingi Eila.

Suasana tegang sejak Jibran dan Eila menapakkan kaki di kediaman Adelard, sulit mencair hingga kepulan asap teh yang tadinya panas kini berangsur jadi dingin. Ruang tamu yang sejatinya ramah untuk pendatang, rasanya seperti tempat penghakiman kala dua insan di pertengahan 50 tahun itu tidak mau ramah tamah.

Eila tidak suka situasi ini, tapi sebagai tamu yang tidak punya hubungan penting dengan Jagad dan Mia, dia tidak bisa sembarangan bermain. Ini bukan arenanya, jadi Eila harus hati-hati sebelum bertindak—minimal dia harus tahu kapan bergerak dengan mengawasi pihak lawan.

“Jadi, kalian balikan?” Pertanyaan pertama diajukan oleh Jagad, memecah keheningan yang terasa mencekam, meski tidak berhasil menghacurkan ketegangan yang ada.

“Aku sama Eila nggak balikan, Pa,” jawab Jibran jujur. “Belum,” ralatnya, “tapi kami punya hubungan yang baik.”

“Hubungan baik yang mesra?” Mia ikut bersuara sebagai orang yang sering menjadi tempat laporan Aiden—sang mata-mata yang mengawasi gerak-gerik putranya.

“Sebelum aku jawab pertanyaan itu, aku mau ngasih tahu kalau Eila udah tahu semuanya soal perjodohan termasuk kebusukan Pak Rakha sama orang-orangnya. Bagi kalian, ini soal perjodohan dan skandal aku yang dipegang sama mereka. Tapi bagi kami, ini soal proses film yang ternyata ada kecurangan di dalamnya—selain soal Kalani yang udah disiapin matang dari sebelum audisi.”

Jagad dan Mia saling berpandangan bingung karena merasa sudah paling tahu soal apa yang terjadi di belakang layar. Namun, mendengar penuturan Jibran membuat mereka jadi bertanya-tanya apa lagi yang disembunyikan.

Paham dengan ekspresi orang tuanya, Jibran akhirnya menjelaskan, “Kalian udah tahu bahwa dari awal film Perfect Wife disiapin buat Kalani. Pak Rakha manfaatin film ini sebagai bagian dari perjodohan aku sama dia, tapi nggak mau kelihatan jelas sebelum akhirnya semua dibongkar di depan aku. Pak Rakha bikin film ini seakan-akan murni dengan adanya rangkaian audisi dan penilaian serius. Aku pikir kecurangan cuma dari Kalani yang udah siap dari awal, tapi ternyata nggak gitu.”

Jibran menjeda, menoleh pada Eila untuk meminta pendapatnya. Eila yang ikut menatap Jibran lantas mengangguk agar pria itu mau melanjutkan pemaparannya.

Jibran kembali menaruh atensi pada orang tuanya yang sudah penasaran, lalu melanjutkan, “Pak Rakha menyuap agensi yang aktrisnya masuk lima besar supaya mereka nggak mau jadi pemeran Anata. Jadi, kalau aja mereka kepilih sama aku, ujung-ujungnya mereka bakal mundur dan Kalani yang tetep harus jadi pemeran utama. Ini jelas kecurangan besar karena dari awal proses filmnya udah curang dan aku nggak mau kayak gini. Makanya aku, Eila, sama Trian udah bikin rencana buat ungkap kebusukan Pak Rakha sama timnya. Kalau kayak gini mainnya, Pak Rakha nggak boleh dibiarin.”

Selama ini Jagad dan Mia tidak terlalu paham soal cara kerja industri hiburan, mereka juga jarang menonton film Jibran, tapi tetap mendukung karier putranya yang kian gemilang. Maka ketika dijelaskan soal kecurangan yang bertentangan dengan prinsip mereka, Jagad dan Mia juga tidak rela putranya jadi korban kecurangan dalam filmnya.

“Makanya aku minta Mama sama Ayah untuk dukung rencana aku. Kalian bisa pura-pura nggak tahu dan tetep di pihak mereka, yang penting kalian nggak halangin usaha aku sama yang lain buat lakuin rencana ini.”

“Iya, Tante, Om. Saya mungkin nggak berperan banyak dalam rencana ini, tapi saya jamin Jibran selalu aman.” Eila akhirnya angkat bicara untuk mendukung Jibran agar tidak sendirian selama obrolan ini berlangsung—terlebih sejak awal dia yang diajak untuk bertemu.

“Tapi Mama disuruh buat misahin kamu sama Eila lagi, Jibran.”

“Mama nggak boleh gitu,” larang Jibran sembari menggenggam erat tangan Eila. “Kalau kalian terlalu takut sama skandal yang dibuat Pak Rakha, kalian nggak usah khawatir. Aku pasti aman, aku nggak akan terpengaruh sama kabar itu.”

“Tapi kamu bakal banyak ruginya, Jibran. Dari sisi mana pun, ini nggak menguntungkan buat kamu. Bagus kalau Rakha tetep diam, tapi gimana kalau skandal itu tetep dirilis sama dia?”

Yang dikatakan oleh Jagad cukup memengaruhi Eila saat mendengarnya. Jibran dalam posisi yang bahaya dan mengambil gerak apa pun tidak akan mengutungkannya. Diam saja juga belum tentu baik, karena Samuti Rakha bisa diam-diam melakukan rencananya dan berpengaruh besar pada hidupnya.

“Eila, saya sebenernya suka lihat kamu sama Jibran.”

Rasa percaya diri Eila meningkat kala dipuji demikian oleh Jagad. Ketakutannya lenyap karena dia optimis bisa menembus dinding pertahanan Keluarga Adelard yang ditekan oleh Samuti Rakha dan orang-orangnya.

“Tapi saya nggak mau Jibran kenapa-napa kalau terus sama kamu,” lanjut Jagad yang meruntuhkan Eila dalam beberapa detik saja.

“Ayah jangan ngomong gitu,” geram Jibran tanpa melepaskan genggamannya dari Eila. “Justru aku ngerasa aman saat sama Eila. Aku pasti makin ngerasa aman kalau kalian mau dukung juga. Aku paham kalian khawatir, tapi aku bukan anak kecil yang perlu diawasi dan diatur. Aku tahu apa yang terbaik dan sama Eila adalah salah satunya. Jadi, kalian nggak perlu repot urusin hubungan kami, kalian cukup dukung usaha aku buat habisin Samuti Rakha dan orang-orangnya yang udah curang.”

Diangkat naik, dijatuhkan, lalu dibela, membuat Eila sempat tidak berdaya dengan posisinya yang bagaikan pajangan. Namun, karena dia datang bersama Jibran yang mau berada di pihaknya, melindunginya dari orang tuanya yang ingin memisahkan, Eila tidak bisa membisu lama-lama. Sebab dia percaya, dengan meyakinkan orang tua Jibran melalui dirinya, semua bisa tuntas tanpa hambatan.

“Tante, Om.” Suara Eila sedikit lantang, sengaja ingin terdengar berani agar presensinya diakui. “Jibran nggak akan kenapa-napa selama sama saya. Rencana Jibran ini pasti berhasil sebelum skandal itu keluar. Kalian nggak perlu pusingin hubungan kami karena itu masalah yang beda, tapi saya harap kalian mau dukung Jibran dan setiap rencananya. Kalian boleh dekati pihak lawan, tapi jangan ragu buat selalu di pihak yang benar.”