Drama Publik

Satu minggu berlalu sejak syuting berakhir, jadi Jibran punya banyak waktu luang istirahat. Terlebih dia sudah lepas dari Punch, maka jadwal syuting yang ia miliki sudah tidak ada. Meski begitu, hari ini Jibran tidak bisa asal santai sebab Kalani mengajaknya untuk makan siang bersama. Tentu saja ini masuk dalam rencana yang dibuat untuk menarik perhatian netizen agar banyak spekulasi bahwa Jibran dan Kalani terlibat cinta lokasi.

Saking niatnya, Kalani mengajak Jibran makan di tempat yang terbilang sederhana dengan banyak pengunjung; restoran fast food dengan logo huruf M berwarna kuningnya di bilangan Jakarta Pusat yang menjadi kesukaan banyak orang dan selalu ramai. Tempat yang cocok untuk membuat mereka terlihat seperti pasangan sederhana tanpa ingin menutup-nutupi hubungan. Well, rencana ini sangat berhasil. Sebab saat Jibran dan Kalani baru turun dari mobil saja, semua mata memandang mereka dengan penuh minat.

Sampai mereka masuk ke restoran, tidak ada yang melepaskan pandang seakan ingin tahu ada apa antara aktor dan aktris yang baru menyelesaikan filmnya. Jibran dan Kalani mengantre seperti orang pada umumnya, tapi tetap memilih spot yang sedikit jauh dari orang-orang dan strategis agar aktivitas makan mereka bisa disaksikan.

“Selama syuting aku harus jaga makan, tapi kata Papa aku boleh makan apa aja karena lagi nggak ada schedule lagi sampai awal tahun. Makanya aku ajak kamu ke sini.”

Jibran yang memandang jalanan kota dari lantai dua lantas menaruh atensinya pada Kalani. “Aku juga,” balas Jibran seraya membuka satu burger yang masih dibungkus. “Tapi ke depannya bisa lebih bebas makan sampai promosi dimulai. Aku nggak ada syuting lagi.”

“Oh, iya.” Kalani menyadari sesuatu. “Kamu harus jaga pola makan walaupun udah keluar dari Punch. Sesekali makan gini nggak apa-apa buat kepuasan lidah, tapi seterusnya harus sehat.”

Seandainya tidak ingat Kalani ini orang yang licik, Jibran akan senang mendengar bentuk perhatiannya. Sayang, bentuk perhatian dari Kalani tidak menyenangkan di telinga dan membuat Jibran ingin buru-buru kabur dari hadapannya.

Sekitar sepuluh menit, Jibran dan Kalani sibuk dengan makan siang masing-masing. Tentunya harus sabar saat banyak orang yang memberi jarak, tapi sibuk dengan ponsel masing-masing untuk mengabadikan momen dua orang itu. Drama yang dinantikan publik akhirnya dimulai, maka Jibran harus banyak sabar agar tidak berulah sebelum waktunya.

“Jibran, boleh aku ngakuin sesuatu?” tanya Kalani setelah memastikan jarak antara mereka dan netizen yang mengamati cukup aman, jadi tidak akan mendengar percakapan mereka secara pribadi.

Jibran mengangguk selagi meminum ice coffee-nya sebagai izin, lalu menajamkan rungu untuk mendengarkan pengakuan dari Kalani.

“Awalnya aku mau sama kamu demi naikin nama aja. Aku juga tertarik sama kamu karena dari muka udah ganteng banget, makanya aku nggak bisa nolak.” Kalani tertawa untuk menjeda, lalu tak lama melanjutkan, “Tapi setelah kita mulai syuting dan lihat gimana kamu selama di lokasi, aku jadi tahu kamu sebaik itu sama banyak orang. Aku juga terbiasa sama kamu karena hampir setiap hari ketemu. Sampai akhirnya aku sadar udah suka sama kamu dan bener-bener mau lanjutin perjodohan ini sampai kita bisa nikah. Di awal kita ketemu sebagai orang yang dijodohin, aku orangnya nyebelin banget, ya? Tapi setelah ini aku janji nggak akan jadi nyebelin. Aku bakal berusaha jadi calon istri yang baik supaya kita cocok setelah nikah nanti.”

Pengakuan tidak terduga itu membuat Jibran hanyut dalam kata-kata tulus yang diutarakan Kalani bersamaan senyum untuk menambah kesan manis. Jibran hanya hanyut sementara, sebab ia kembali bangkit ke realitas dan tidak bisa menganggap Kalani berbeda dari biasanya.

Baginya, Kalani dan keluarganya tetap menjadi penyebab besar dia dan Eila harus berpisah. Kalani juga yang sejak awal mempermainkan Jibran yang dibantu anggota keluarganya. Maka sesuka apa pun Kalani padanya, Jibran tetap tidak akan menerima. Sebaik apa pun Kalani sekarang, caranya yang licik tetap tidak dimaafkan.