Fase Baru
Seminggu selepas sidang terakhir, Martin, Martha, dan Markus pindah ke kediaman baru yang ada di Bogor. Lokasinya tidak jauh dari pusat kota, suasananya masih sejuk berkat pepohonan di sekitar komplek yang gagah menjulang tinggi.
Rumah lama resmi dijadikan studio oleh Martin untuk syuting endorse dan mengembalikan tim podcast lama sebagai stafnya. Tidak, Martin belum memutuskan untuk kembali bergabung dalam podcast, tetapi mengizinkan rumahnya untuk jadi studio syuting podcast bersama Julian sebagai pembawa acara tunggal sampai bertemu partner baru—dan tentu dia tetap ingin Martin kembali karena tidak ada yang bisa menandingi rekannya.
Pindahan keluarga kecil itu diantar oleh dua keluarga inti dari pihak Martin dan Martha, tidak lupa melaksanakan pesta kecil-kecilan sebagai perayaan rumah baru yang resmi jadi tempat berteduh. Saat anggota keluarga lain—ayah Martin dan kedua adik Martha—pulang, Wulan beserta Marni memutuskan menginap satu malam dan baru pulang siang ini.
Di depan rumah, mereka berlima kumpul untuk saling berpamitan. Marni memeluk Martha erat, sedikit berat melepas putrinya untuk jauh. Saat masih tinggal satu kota, Marni bisa tiba dengan cekatan bila Martha butuh apa-apa. Sekarang setelah pindah—meski tidak jauh dari Ibu Kota—Marni tidak dapat datang secepat kilat sebab ada perjalanan yang butuh ditempuh cukup lama dari rumahnya. Sebab itu Marni sulit lepas karena takut tidak bisa berada di sana ketika putrinya membutuhkan—akan sama berlakunya bila nanti kedua anaknya menikah dan tinggal terpisah.
“Baik-baik di sini ya, Nak. Maaf nanti Bunda nggak selalu ada buat kamu.”
“Bunda baik-baik juga di rumah, ya.”
Marni mengecup kedua pipi Martha sebagai final dari pertemuan mereka, lalu berganti posisi bersama Wulan yang mendapat giliran memeluk menantu satu-satunya.
“Jangan bosen kalau Mami ke sini,” tutur Wulan, sengaja agar menantunya tidak terkejut bila sewaktu-waktu beliau datang dengan rajin setiap satu minggu sekali.
“Tenang, Mi. Aku malah nunggu.”
Santai sekali Martha menanggapi, seakan kini tidak ada lagi luka yang menghampiri. Martha sudah mampu bicara lugas tanpa gentar menghadapi ibu dan mertuanya, bisa bercengkerama akrab tanpa melibatkan masa lalu yang mampu dilupakan.
Lima belas menit berlalu, Wulan dan Marni pergi menggunakan taksi online yang akan mengantar mereka hingga rumah, tak lupa melambai meski telah berada di mobil hingga akhirnya dua orang itu hilang tanpa jejak dibawa oleh perjalanan menuju kediaman masing-masing.
Sekarang hanya tinggal Martin, Martha, dan Markus yang tersisa. Saling melempar pandang dan berbalik untuk kembali masuk ke rumah.
“Siap nggak di rumah baru?” tanya Martin, masih menggendong Markus yang mengoceh dan menunjuk ke arah pintu cokelat seakan tidak sabar untuk memulai lagi.
Martha merangkul lengan Martin, mengecup suami dan putranya bergantian, barulah menjawab, “Aku siap banget.”
Kediaman baru, lingkungan baru, dan fase baru. Berbulan-bulan menghadapi cobaan berat hingga Trio M itu telah menemukan titik ternyaman kembali. Ketiganya siap memulai segalanya dari awal tanpa ada gangguan dari orang kejam. Jikalau ada, Martin, Martha, dan Markus tidak gentar untuk menghadapinya.