Kesatuan

“Mi, biar aku aja yang kerjain, ya. Biar Mami nggak capek.”

Begitu kata Martha kala melihat Wulan sibuk di dapur menyiapkan makan siang Markus. Bukannya tidak memercayakan konsumsi putranya pada sang nenek, hanya Martha tidak mau memberatkan Wulan apalagi setelah beliau memasak menu juga untuk makan siang. Alih-alih menurut, Wulan tetap sibuk menyatukan beberapa bahan untuk diolah menjadi bubur bayi, amat telaten ketika menggunakan pisau layaknya seorang koki andal.

Martha mengawasi gerak-gerik Wulan, siapa tahu butuh bantuan setelah ucapannya diabaikan oleh sang mertua karena tidak mau menyerahkan satu tugas pun yang ada di dapur. Tentu bukan karena Wulan takut Martha tidak piawai dalam membuat makanan untuk putra sendiri—selama ini Markus sehat, jadi makanan yang dibuat Martha pasti sangat baik—tetapi sejak awal niatnya ke rumah Martin memang untuk mengurus keluarga kecil itu, khususnya Martha agar memiliki waktu rehat yang cukup dan fokus memulihkan kesehatan mentalnya.

Martin sendiri sedang berada di studio kecil rumahnya, tengah menghubungi perihal pekerjaan bersama perwakilan salah satu produk yang mengajaknya menjadi brand ambassador, ditemani oleh Markus agar putranya itu ada teman selagi sang mama dan neneknya tengah menyibukkan diri di dapur. Well, lebih tepatnya hanya Wulan yang sibuk karena Martha tidak dibiarkan untuk menyentuh apa pun selain menjadi penonton setia di sana.

Sadar tengah diawasi, Wulan menjeda tugasnya setelah semua bahan masuk ke panci untuk dibuat bubur. Wulan menoleh ke arah Martha yang berdiri tegak di belakang beliau, makin waswas kala ditatap tegas oleh mertuanya yang menaruh atensi setelah cukup lama fokus pada masakannya. Reaksi itu ditangkap jelas oleh Wulan, tentu tidak menyenangkan kala ditemukan karena artinya sang menantu belum merasa aman ketika di sekitarnya. Reaksi yang tidak sepatutnya ada, jadi Wulan ingin memperbaiki agar tidak ada lagi ketegangan di antara beliau dan Martha.

“Kamu duduk aja, Martha. Biar Mami yang masak juga buat Markus. Mami nggak akan aneh-aneh, kok.”

Martha menggeleng, menyangkal pikiran buruk Wulan kala mengira diawasi karena takut berbuat buruk. “Aku nggak biasa diem aja kalau masuk jam makan gini, Mi. Makanya biar aku bantuin, ya. Supaya lebih cepet selesai juga,” tutur Martha hati-hati, tidak mau menyinggung hati Wulan yang sudah membantu banyak.

Martha sudah siap mendekati kompor untuk mengawasi bubur buatan Wulan, tetapi segera dicegah oleh sang mertua dengan mencengkeram pelan tangan menantunya. Refleks Martha mundur, takut jika aksinya salah di mata Wulan yang tidak mau diganggu. Wulan bisa melihat sorot mata penuh waspada dari iris legam Martha, menandakan bahwa situasi menantunya masih belum sebaik yang dikira.

“Selama ini kamu tetep ngerjain urusan rumah walaupun lagi nggak baik-baik aja, Martha?” tanya Wulan seraya menarik tangannya agar Martha tidak merasa ditawan.

“Iya, Mi. Itu ‘kan tugas aku.”

“Berarti sekarang istirahat yang banyak, ya. Mami nginep di sini lumayan lama, jadi urusan rumah biar Mami yang kerjain. Kamu nggak usah terlalu mikirin dan fokus sama kesehatan sendiri. Biar bisa sehat lagi.”

Mengingatkan Martha akan kesehatan biasanya jadi tugas Martin karena pria itu yang paling hafal dengan kondisi sang istri. Lantas aneh ketika mendengarnya dari Wulan, tetapi melenyapkan segala ketakutan bergejolak di dada berkat kepedulian mertua yang tidak mau menantunya dalam kondisi terpuruk lagi. Wulan sudah pernah melihat Martha menangis, mati-matian pula melawannya, jadi itu sudah cukup membuktikan bahwa wanita muda di hadapannya menopang beban tidak terhingga akibat ucapan orang-orang termasuk dari beliau.

Selagi mengikis beban itu, Wulan tidak mau menambah beban Martha dengan memikirkan pekerjaan rumah untuk sementara selama beliau ada di rumah. Wulan ingin Martha fokus pada segala kesehatan mental yang memengaruhi fisik, serta memperbaiki hubungan yang regang akibat perang dingin.

Wulan elus pundak Martha yang tidak setegap biasanya, tetap berusaha kokoh setelah ditimpa banyak hal, tidak mau lagi berhati dingin hanya demi putra semata wayang. Selama ini Wulan buta jika Martin tidak mempermasalahkan penampilan Martha yang baginya selalu sempurna, maka kini beliau sadar bahwa komentarnya adalah kata yang tidak pantas diucapkan saat putranya sangat bahagia dalam keadaan sederhana.

Kesederhanaan itu berasal dari Martha seorang yang tidak perlu menunjukkan kemewahan diri berlebih demi membuat Martin kagum. Cukup dengan dukungan dan presensinya yang tidak pernah absen, Martin telah merasa cukup. Sebab yang menciptakan kesempurnaan di antara mereka bukan salah satunya, bukan satu-satunya, melainkan kombinasi yang pas untuk menjadi kesatuan.

Wulan sunggingkan senyum, lalu memeluk Martha yang sedikit tegang mendapat sentuhan fisik tidak terduga dari mertuanya. Sudah lama sekali tidak merasakan pelukan dari beliau, jadi Martha sedikit tidak terbiasa tetapi menikmati segala yang diberikan.

“Kamu udah berusaha kuat, Martha. Sekarang istirahat sebentar aja demi diri sendiri, ya. Biar Mami yang repot, kamunya jangan.”

Istirahat.

Sebuah kata dalam perintah yang selalu Martin utarakan agar istrinya tidak berbuat macam-macam demi memulihkan diri. Begitu diucapkan oleh Wulan, istirahat jadi terasa lebih mudah sebab sumber lukanya sudah mulai pulih. Bibir Martha bergetar, hampir menangis. Kali ini ditahan karena tidak mau merusak suasana baik yang sudah diciptakan Wulan. Martha mengangguk, tidak membantah apalagi keberatan dengan perintah itu.

“Tapi kalau butuh bantuan bisa panggil aku kok, Mi.”

Wulan tertawa pelan, diam-diam beliau pun menahan tangis agar tidak ada air mata dalam kedamaian itu. “Iya, nanti Mami panggilnya Martin aja biar pandai masak dan bantuin kamu kalau lagi nggak bisa.”

Tawa riang mengudara dari belah bibir Martha, senang Wulan yang dulunya menyenangkan bisa kembali menentramkan raga. Martha berdoa semoga kedamaian yang ada bertahan lama. Tidak ada lagi yang merasa tinggi berkat merendahkan, apalagi merasa rendah ketika melihat yang lebih tinggi.

Sebab manusia memiliki porsinya masing-masing berada dalam ketinggian mana, hanya tinggal mampu atau tidaknya naik sedikit demi sedikit untuk mencapai posisi terbaiknya. Dan Martha sedang berusaha mencapai posisi itu bersama dukungan yang dia dapat.