Laporan

“Julian! Kamu harus bebasin aku!” hardik Dalia ketika Julian tiba di tempat adiknya sedang diperiksa, diberikan beberapa pertanyaan terkait laporan yang ditujukan padanya.

Tidak hanya Dalia, ada beberapa orang lain yang ikut dilaporkan atas kasus serupa dan tampak terguncang ketika melaksanakan pemeriksaan. Berbeda dengan yang lain dan memilih tunduk pasrah, Dalia dengan angkuhnya menolak dituduh yang tidak-tidak karena tidak merasa bersalah sedikit pun.

Akibat beberapa kali berontak dan meminta pulang, Dalia sampai ditahan oleh petugas lain agar tidak kabur selama pemeriksaan. Kehadiran Julian makin membuat Dalia histeris, pasalnya gadis itu terus meminta bantuan agar dibebaskan dari segala tuduhan.

“Aku tuh nggak bersalah,” ucap Dalia setelah Julian berdiri di hadapannya. “Kalau ini soal pesta kamu, harusnya kamu juga ikut dilaporin, dong. Kan kamu yang bikin pestanya,” dalih sang gadis yang masih berusaha membela diri.

Sebelum menjawab, Julian amati penampilan adiknya yang sedikit berantakan. Antara dia tidak siap ketika dibawa atau itu terjadi karena Dalia terus berontak. “Ini bukan yang pesta,” balas Julian, “tapi lo udah fitnah Martha di sosmed pake akun Marina itu. Buktinya udah gue kumpulin dan dikasih setelah bikin laporan. Gue sama Martin juga udah ngumpulin saksi. Intinya nggak ada laporan berdasar, semuanya udah kebongkar, jadi lo nggak usah nyari alasan.”

Dalia yang emosinya memuncak beberapa kali mengerjap, syok mendengar nama Martin yang disinggung dalam penjelasan kakaknya. “Kenapa bawa-bawa Kak Martin?”

“Karena gue bikin laporan atas perintah dia, termasuk laporin lo,” tegas Julian, menampar Dalia telak yang terus membantah.

Sudut bibir Dalia berkedut ngilu, tak menyangka idolanya akan berlaku seperti itu dan berniat menjebloskannya ke tempat paling menyeramkan yang tidak berani dia bayangkan. Dalia tidak mampu bergerak kabur, tetapi duduk saja tidak sudi dia lakukan. Dalia mengetatkan rahangnya, kecewa pada Julian dan Martin, tetapi gadis itu malah menyalahkan orang lain yang sudah paling dirugikan.

“Martha emang pantes digituin,” sahut Dalia sekonyong-konyong, mengejutkan Julian sebab dia kira adiknya tidak akan mengoceh lagi. “Dia udah rebut Kak Martin, ya. Dia nggak berhak sama Kak Martin.”

“Siapa lo ngatur berhak dan nggak berhak?” Julian makin gemas, tetapi berusaha tenang mengingat dia sedang di tempat ‘keramat’. “Nge-fans yang wajar aja, Dek. Terima dong Martin itu bukan punya lo atau penggemarnya yang lain. Dia punya Martha, mau jagain Martha. Jadi, lo jangan macem-macem atas dasar jadi fans doang.”

“Lo sok suci banget,” cibir Dalia yang suaranya mulai bergetar. “Lo juga suka ngeledek Martha, tuh.”

Julian mengangguk, mengakui hal tersebut tanpa ragu. “Iya, tapi gue tobat setelah akun Marina muncur dan ujaran kebencian yang dikasih ke Martha udah berlebihan. Lo salah satu biangnya, ya. Kalau akun itu nggak ada, semuanya nggak akan separah ini.”

Julian elus pundak Dalia, lalu membantunya duduk di hadapan penyidik untuk melanjutkan proses pemeriksaan yang sempat tertunda akibat keributan kecil. Julian tentu iba karena Dalia tetap adiknya. Namun, kesalahan fatalnya tidak bisa dibiarkan. Jika terus begitu, tidak akan membuat Dalia kapok dan mungkin ke depannya bermunculan Dalia lain yang tak kalah brutal.

“Gue udah siapin pengacara, tapi gue nggak bisa bantu lo buat bebas, kecuali Martin punya hati nurani buat cabut laporan lo sama yang lain.”