Menuntaskan Sedikit Urusan
cw // harsh word
Sesuai dugaan, tidak semua karyawan datang ke studio. Hanya ada Martin, Julian, Sigit, dan Selly. Padahal Julian sudah mengimbau melalui pesan agar semuanya datang tanpa terkecuali dengan alasan syuting, termasuk adiknya yang sayang sulit dibujuk.
Jika saja Dalia datang, perempuan itu akan jadi korban makian Martin paling keras karena dia yang berbuat parah semalam. Sekarang mereka berempat kumpul di lantai dua, tepatnya di tempat makan karena di situlah Martin pernah mendengar para karyawannya mencemooh Martha di belakang.
Martin duduk sendiri di sisi kanan, sedang di hadapannya ada Julian, Sigit, dan Selly yang harap-harap cemas. Sigit dan Selly yang datang ke pesta tidak tahu rencana semalam, mereka termasuk yang terkejut dan harus diakui sempat ikut menertawakan ketika melihat Martha di atas panggung. Maka tidak akan terkejut bila nantinya mereka ikut dihakimi oleh Martin yang berapi-api dalam duduknya.
“Kejadian kemarin itu nggak bisa gue maafin,” ucap Martin, membuka percakapan setelah cukup lama hening. “Jadi, sebagai bentuk keberatan besar, gue nggak akan ikut podcast. Hari ini gue bakal keluar.”
Sigit, dan Selly membeliak tak percaya. Lutut ketiganya lemas mendengar Martin memutuskan meninggalkan program yang dibangun bersama sejak pria itu belum menikah. Julian yang sudah menerima makian lebih dulu melalui pesan tidak terkejut, tetapi tetap kecewa karena rupanya keputusan Martin tidak berubah.
“Tin, tolong jangan keluar karena masalah kemarin,” bujuk Sigit.
Selly di sampingnya ikut mengangguk. “Kejadian semalam itu salah besar, tapi kami semua nggak tahu apa-apa. Sorry kalau kesannya gue nyalahin satu orang, tapi itu ulah Dalia sendiri. Kami aja kaget, Tin. Tolong pikiran lagi, ya.”
Martin tahu hanya Dalia yang bersalah, tetapi keputusannya sudah bulat. “Mau itu ulah sendiri atau bareng-bareng, gue tetep nggak bisa maafin orang yang udah hina istri gue di belakang dia. Selama ini kalian sering ngeledek Martha, tapi gue diemin, paling negur Julian yang seringnya susah dikasih tahu dan malah ngulangin. Gue masih sabar, tapi sekarang udah nggak lagi. Jadi, kalian semua berkontribusi atas keluarnya gue dari sini. Enggak cuma kejadian semalam, tapi ulah kalian beberapa waktu lalu udah bikin gue kecewa berat.”
Sebagai orang yang membangun kanal hingga sebesar sekarang, Julian, Sigit, dan Selly sangat menyayangkan keputusan besar Martin yang sungguh di luar dugaan. Namun, alasan Martin juga menimbulkan rasa bersalah, terlebih mereka belum pernah meminta maaf secara langsung, khususnya pada Martha sebagai korban. Martha tidak pernah mendengar ketika orang-orang di studio menggunjingnya, tetapi Martin bisa mendengar dan apa pun yang menyangkut sang istri, maka itu ikut jadi urusannya.
“Julian,” panggil Martin seraya menatap rekan seprofesinya yang hanya bungkam, padahal biasanya dia yang paling lantang. “Mana adik lo yang kurang ajar itu? Dia udah bikin istri gue malu! Apa jangan-jangan dia juga yang udah nuker gaun Martha?”
Sudah Julian duga dia akan diserang membawa nama sang adik yang menjadi pelaku utama. Julian yang tidak bisa melawan karena tidak memiliki alibi apa-apa memilih mengakui tebakan Martin, bahkan tidak tersinggung ketika Dalia dihina seperti itu.
“Iya, dia nuker gaun Martha yang sempet lo simpan di sini. Tapi jujur, gue juga baru tahu semalam, Tin. Terus tadi pagi dia baru ngasih alasan kenapa bisa bertindak di luar nalar kayak gini,” jelas Julian, tidak mau menutu-nutupi aib Dalia. Pun tidak menutupi kesalahannya yang sudah dibeberkan Martin sebelumnya.
“Apa alasannya?” tanya Martin sengit.
“Dalia haters Martha sejak lo nikahin dia. Dalia nggak suka idolanya nikah sama orang lain. Makanya kerja di sini ngasih dia keuntungan dan bisa ngerjain Martha abis-abisan. Tapi ini pun salah gue, harusnya nggak biarin Dalia kerja di sini. Sekarang semuanya udah telanjur kejadian.”
Fakta yang konyol, tetapi bisa memberikan dampak separah itu hingga Martha harus jadi korban dipermalukan oleh publik akibat ulah Dalia. Martin berdiri, otomatis disusul oleh tiga rekannya yang makin menyesali perbuatan mereka tempo hari.
“Lo semua berengsek!” maki Martin, tidak peduli ada Selly yang juga perempuan, sebagai salah satu yang salah karena telah membicarakan hal buruk soal Martha. “Gue mau Dalia bertanggung jawab atas semua kelakuan dia. Gue juga bakal tuntut dia dan orang-orang yang udah hina istri gue! Sekarang gue nggak akan diam, jadi kalian jangan ada yang nahan. Mending urus hidup masing-masing, anggap gue udah selesai sama kalian.”
Martin bergegas keluar dari ruang makan, tetapi segera ditahan oleh Julian yang tidak ingin membiarkan temannya keluar dari program mereka.
“Tin, please jangan gini. Gue rela dimaki, tapi jangan sampai keluar.”
“Bodo amat! Lingkungan di sini udah toxic, gue nggak mau makin bersalah sama Martha karena bertahan bareng kalian yang bisanya hina dia doang! Sekarang gue mau beresin barang-barang gue yang ada di sini dan jangan nahan gue!”
Martin menyingkirkan tangan Julian di pundaknya secara kasar, lalu turun tanpa peduli ketiga rekannya yang panik akan kehilangan orang terbaik dan menghancurkan program dalam satu malam.
Julian ikut bertanggung jawab atas semua yang terjadi, maka dia tidak akan melindungi diri maupun orang yang paling bersalah dalam hal ini; Dalia, adiknya.