Movie Date 2

Menonton untuk kencan kali ini berbeda, sebab Jibran dan Eila tidak melakukannya di rumah, melainkan di bioskop yang disaksikan banyak orang. Tak hanya itu, Jibran juga memilih hari dan jam yang sedang ramai-ramainya, yaitu Sabtu pukul 19.30 WIB. Ya, jam orang kencan atau sekadar menikmati malam minggu.
Jibran tahu dia tidak bisa terang-terangan menonton, karena itu dia ingin membuat sesi menonton ini spesial dengan menentukan hari yang biasa digunakan untuk kencan. Well, setidaknya itu yang dikatakan Google bahwa malam minggu adalah malam orang kencan. Sesuai rencana, Jibran datang bersamaan dengan Eila, hanya saja dengan kendaraan berbeda.
Jibran menggunakan mobil bersama Natta, sedangkan Eila naik taksi online dari rumahnya. Untuk tiket, mereka membeli bersama-sama, hanya dengan gawai berbeda. Natta membelikan dua tiket untuknya dan Jibran, sedangkan Eila membeli untuk dirinya sendiri dengan kursi yang saling berdekatan.
Saat tiba di mal tempat bioskop berada, kedatangan Jibran mengundang kehebohan di setiap langkah menuju bioskop. Khususnya dari kau, Hawa yang rela menghentikan aktivitas mereka demi melihat Jibran dari dekat, merekam sang aktor dengan ponsel masing-masing sebagai kenang-kenangan. Belum lagi ada yang melakukan siaran live Instagram untuk update. Tak lupa mengunggah cuitan di Twitter dengan kata-kata heboh bahwa mereka bertemu dengan aktor tampan secara tidak sengaja.
Jibran selalu melempar senyum dan tak ragu untuk melambaikan tangan atau membalas sapaan yang dilayangkan untuknya. Sampai terjadi kerumunan karena Jibran sengaja naik eskalator dibandingkan lift, membuat Natta yang mengenakan masker hitam harus berusaha ekstra untuk menyingkirkan orang-orang yang menghalangi jalan. Beruntung ada security yang sigap membantu, padahal Natta dan Jibran tak meminta karena ini bukan urusan pekerjaan.
Di sisi lain, Eila susah payah berjalan melewati kerumunan yang mengikuti Jibran. Makin naik ke satu lantai, makin bertambah pula kerumunannya. Eila bisa saja naik lift, tapi memilih mengikuti kerumunan seakan-akan dia penggemar, padahal aslinya lebih dari itu.
Sepanjang perjalanan menuju bioskop yang terasa lebih lama dari biasanya, Eila tak berhenti berdecak kagum karena Jibran begitu digilai oleh orang-orang. Well, Eila yakin tidak semua yang ada di mal adalah penggemarnya. Bisa saja ada yang ikut-ikutan atau sekadar menikmati paras rupawan Jibran saja.
Meski bukan penggemar seutuhnya, Eila tetap senang ada banyak yang mengagumi sosok Jibran yang baginya layak mendapatkan atensi luar biasa. Eila tidak mengenakan masker, sengaja karena mereka akting sebagai orang asing, jadi tidak ada salahnya menunjukkan wajah karena orang-orang tidak akan curiga.
Setibanya di bioskop, kerumunan tidak bisa masuk karena ditahan oleh security—kecuali yang ingin menonton. Jibran masih jadi pusat perhatian seisi bioskop yang tak kalah heboh, bahkan mulai menyalakan ponsel mereka dan merekam pria itu. Tingginya yang menjulang dan kulit putihnya makin membuat dia menonjol, sampai Eila saja lupa pria itu adalah kekasihnya.
Sebisa mungkin Eila menjaga jarak, termasuk ketika mencetak tiket dan membeli popcorn. Meski menjaga jarak, Eila sadar Jibran sesekali meliriknya dan tersenyum setipis mungkin agar tidak ada yang merasa aneh dengan gerak-geriknya. Tidak perlu heran, Jibran harus memastikan kekasihnya aman di tengah kerumunan. Selain itu, melihat Eila di antara kerumunan membuat Jibran bahagia karena ada satu yang spesial di antara banyaknya orang.
“Kak Jibran, aku penggemar Kakak. Boleh nggak aku foto sama Kakak?”
Seorang gadis berusia awal 20-an tiba-tiba muncul ketika Jibran tengah menunggu popcorn dan sodanya disiapkan di konter makanan. Karena waktunya luang, Jibran tak menolak ajakan itu.
Jibran tersenyum manis seraya menjawab, “Boleh. Selfie?”
“Iya!”
Gadis itu bersorak heboh sembari menyiapkan kamera ponselnya, membuat banyak orang iri karena ingin ada di posisinya. Tangannya sampai bergetar kala dia dan Jibran mulai berpose.
“Sini, biar aku yang pegang hapenya, ya.”
Gadis itu makin gemetar ketika Jibran meraih ponsel setelah mendapatkan izin, lalu kembali berpose untuk berfoto. Sesi foto dilakukan cepat dan gadis itu segera pergi setelah mengucapkan terima kasih. Tak lama kemudian, beberapa orang ikut memberanikan diri untuk berfoto dengan Jibran. Ada yang sendiri, berdua, bahkan bergerombol dengan meminta Natta untuk mengambil gambar.
Eila yang lebih dulu mendapatkan popcorn-nya memilih berdiri di dekat sofa yang kosong karena orang-orang enggan duduk. Mati-matian Eila menahan senyum ketika fanmeeting dadakan berlangsung. Untung saja Jibran tidak terlihat risi, malah senang melayani para penggemar yang ingin foto atau meminta tanda tangan. Eila yang tak mau kalah ikut menyalakan ponselnya dan merekam momen Jibran yang masih sibuk fanmeeting.
Ada hampir 20 menit fanmeeting dadakan berlangsung dan berhasil dihentikan ketika sudah waktunya Jibran, Natta, dan Eila masuk ke studio satu untuk menonton. Tidak ada yang menahan, karena semuanya puas dan banyak juga yang harus siap menonton. Jibran, Natta, dan Eila duduk di baris C, dengan posisi Natta di antara Jibran dan Eila. Tentunya mereka masih berakting sebagai orang asing yang sangat sulit dilakukan, terlebih dari sisi Jibran yang ingin berdekatan dengan Eila.
“Sabar ya, Bos. Tunggu sampai pulang,” bisik Natta yang paham dengan gerak-gerik Jibran.
“Masalahnya nanti langsung pulang ke tempat masing-masing,” balas Jibran tak senang.
Natta tertawa kecil tanpa mau berkomentar lagi. Sulit, karena Jibran sudah telanjur menjadi budak cinta untuk kakaknya. Lain halnya dengan Eila yang santai, meski aslinya juga menahan diri untuk tidak tertawa atau minimal bicara pada Natta. Eila terus mengingatkan dirinya bahwa dia sedang akting padahal kencan, supaya tidak ada aksi berlebihan nantinya.
Setelah iklan ditayangkan, akhirnya film bertemakan petualangan dimulai. Di awal film, Jibran bisa anteng dan fokus menonton. Eila pun sama dan beberapa kali tertawa ketika ada adegan yang lucu. Namun, ketika mulai pertengahan, Jibran sudah berani melirik sesekali ke arah Eila dengan tubuh yang tetap bergeming di tempat.
Eila melakukan hal serupa, bahkan sempat menatap Jibran selama sepuluh detik sampai netra mereka beradu pandang dalam durasi yang panjang. Jibran tersenyum tipis, masih tetap hati-hati agar orang tidak curiga. Pun Eila yang tidak mau dihujat dadakan karena tertangkap basah melakukan tatapan mesra dengan idola banyak orang.
Hanya mampu berpandangan tanpa ada interaksi lain, ditambah dengan posisi Natta yang duduk di antara mereka, Jibran dan Eila tetap senang karena mereka jadi tahu bagaimana rasanya ‘kencan’, meski jauh jika dibandingkan orang normal pada umumnya. Jibran perhatikan sekitarnya sejenak, termasuk orang di sampingnya dan Eila.
Setelah memastikan aman dan tidak ada yang mencuri-curi pandang ke arahnya, Jibran kembali menatap Eila yang masih memusatkan atensi pada sang aktor.
Tanpa mengeluarkan suara Jibran berkata, “I love you, Eila ….”