Pertikaian

Saat kabar Martha jatuh pingsan di rumahnya sampai ke telinga Martin, pria itu meninggalkan seluruh pekerjaannya tanpa berpamitan pada Julian dan tim lain yang masih makan siang. Martin lupakan segala kesibukan dan menaruh segenap perhatian pada istrinya.

Begitu tiba di rumah, Martha masih belum sadar di tempat tidur kamar mereka, tengah diperiksa keadaannya oleh dokter yang dipanggil Marni ke rumah. Markus ada di tangan Marni, anteng tanpa tahu bahwa ibunya sedang dalam kondisi tidak sadar. Mendapati Martha dalam kondisi mengenaskan dengan wajah pucat pasi jelas menimbulkan tanya di benak Martin.

Tadi saat ke studio istrinya tampak bugar sembari menggendong Martin bersamanya, lantas apa yang terjadi hingga Martha bisa terkapar tidak berdaya?

Begitu dokter selesai memeriksa dan memasang selang infus untuk Martha dan Marni memberi tahu soal putrinya yang tengah diet, barulah semua terjawab bahwa sang istri kekurangan nutrisi akibat diet yang dijalaninya selama hampir dua minggu ini.

Martin tidak tahu bagaimana caranya Martha diet di luar sepengetahuannya hingga drop seperti itu, tetapi kebutuhan kalori hariannya tidak tercapai dan tubuhnya tidak sanggup menyerap energi tanpa masuknya makanan yang cukup. Akibatnya Martha lemas dan jatuh pingsan karena tidak memiliki daya lagi untuk sadar.

Satu jam setelah Martin tiba dan Wulan datang untuk menjenguk berkat diberi kabar oleh Marni, Martha belum sadarkan diri dan wajahnya yang pucat pasi membuat sang suami meringis. Martin duduk di tepi kasur seraya menggenggam tangan Martha yang bebas dari jarum infus, dadanya berdenyut ngilu melihat kondisi istrinya yang menyedihkan akibat usaha untuk menyenangkan orang lain.

Jika Martha sampai seperti ini, Martin bersumpah dia tidak akan mengizinkan wanitanya kembali menurunkan badan, membiarkan kondisi istrinya tetap seperti sedia kala asalkan dia sehat.

“Pasti Martha salah diet, tuh.” Suara Wulan menginterupsi ketenangan Martin yang masih setia menjaga sang istri. “Gimana coba dietnya sampai kayak gitu? Gagal deh bisa balikin berat badannya kayak dulu.”

Ingin sekali Martin diam karena kondisi Martha lebih krusial dari omongan tetangga. Namun, terlalu banyak diam tidak akan menyelesaikan ulah Wulan yang sudah berlebihan, jadi Martin rela melawan orang yang telah melahirkannya demi menyadarkan sang ibu bahwa tindakannya juga salah.

“Ikut aku, Mi,” titah Martin seraya berdiri dan keluar dari kamar.

Wulan menaikkan sebelah alisnya bingung, sedangkan tungkainya membawa dia untuk mengikuti Martin ke tempat yang sedikit jauh dari kamar. Sempat melewati Marni di ruang keluarga yang tengah menidurkan Markus, sampai akhirnya ibu dan sang tunggal itu tiba di studio mini Martin tempat dia biasa mengawasi kanal YouTube-nya.

Martin tutup rapat studio itu, menghalau segala suara yang bisa mengusik percakapannya dengan Wulan yang akan dimulai. Pun menghalau pertikaian mereka sampai ke telinga Marni dan Martha.

“Mi, bisa berhenti nekan istri aku? Dia lagi sakit, lho.”

Wulan berdecak lidah, tersinggung seakan dia yang jadi tersangka. “Mami juga nggak ngapa-ngapain kali.”

“Tapi omongan Mami itu udah salah. Gara-gara Mami nyinggung berat badan dia terus, nyinggung dia buat diet, sekarang keadaan Martha jadi kayak gini.”

“Bukan salah Mami, dong,” sambar Wulan, tidak terima dengan berbagai tuduhan yang Martin layangkan untuknya. “Mami cuma ngomongin fakta. Pilihan diet ada di tangan dia. Terus keadaan dia sekarang juga karena ulahnya, bukan Mami. Emang Mami ngasih makanan yang aneh? Mami ngasih tips jelek? Enggak, Martin. Cara dia diet itu perbuatannya sendiri, jadi kamu nggak berhak nyalahin orang lain, apalagi Mami.”

“Kalau gitu Mami hargain kondisi Martha sekarang!”

Intonasi bicara Martin meninggi, seakan tidak peduli lawan bicaranya saat ini adalah Wulan yang sudah merawatnya sejak dari perut hingga dewasa. Martin rela dicap jadi anak yang buruk jika itu demi membela Martha dari ulah berlebihan Wulan. Makin tidak terima, Wulan ikut meninggikan suara.

“Kenapa kamu ngomongnya gitu? Ini Mami! Kamu nggak mau hargain Mami?”

Pandangan Martin sedikit mengabur akibat genangan air yang berusaha dia bendung. Bohong bila Martin tidak merasa bersalah sudah bicara cukup kasar pada Wulan, tetapi pembelaannya untuk Martha tidak akan berhenti sampai orang yang menyakiti istrinya sadar, termasuk orang tuanya sendiri. Martin yang biasa menjadi penurut, kali ini rela membangkang pada Wulan jika itu bisa melindungi Martha dari segala gunjingan yang dia terima.

“Aku bakal lebih hargain Mami kalau Mami bisa hargain Martha juga.” Suara Martin memelan, tetapi amarahnya tetap nyata. “Aku masih punya kewajiban buat hormat sama Mami, tapi kalau tindakan Mami bikin aku ogah buat hormat, jangan harap aku tunduk sama orang yang nggak bisa jaga perasaan istri aku.”

Martin putar balik untuk keluar dari studio, menyudahi percakapan mereka sebelum amarahnya kian menanjak hingga tidak mampu diredam. Saat jemari jenjang Martin sudah memegang kenop pintu, dia kembali bicara sebagai final dari percakapan sengitnya bersama Wulan.

“Sampai akhir, aku emang tetep anak Mami. Tapi Mami harus ingat aku punya dunia baru yang mau aku jaga. Jadi, jangan bikin orang yang aku jaga sakit hati, karena itu juga bikin aku sedih.”