Rencana yang Tak Pasti

“Jibran ada tanda-tanda mau balik lagi ke dunia hiburan?” Pertanyaan itu dihadiahkan oleh Mia pada Eila yang sedang minum teh bersamanya di rooftop kediaman Adelard. “Tante nggak keberatan dia balik lagi, tapi ada sedikit khawatir. Kamu pasti ngerti maksud Tante.”

Eila manggut-manggut saat dia bisa satu pemikiran dengan Mia. “Selama ini Jibran nggak ngomong apa-apa soal karier, Tante. Setelah promosi filmnya selesai minggu lalu, Jibran enjoy aja sama hidupnya. Dia malah beberapa kali bilang ke saya mau buka usaha kafe, tapi belum ada rencana matang.”

Fakta satu itu tidak Mia ketahui sama sekali, padahal biasanya apa pun yang ingin Jibran rencankan pasti akan dia diskusikan dengan orang tuanya, terlebih Mia.

“Jibran beneran udah cinta banget sama kamu, ya. Sampai yang begini aja nggak bilang ke Tante,” keluh Mia dengan nada bergurau.

Eila tertawa pelan, beruntung tidak tersinggung karena paham Mia tidak bermaksud menyindirnya. “Jibran pasti cerita kalau rencananya udah matang, Tante. Ini ‘kan baru omongan sekilas. Kalau udah fix, pasti Jibran cerita semuanya buat minta saran Tante sama Om Jagad.”

Bila boleh jujur, Mia sangat ingin memiliki anak perempuan setelah melahirkan Jibran. Sayangnya beliau tidak diizinkan hamil untuk kedua kali sebab Jagad takut istrinya kembali menderita saat melahirkan. Jadi setelah mengenal Eila yang memiliki pikiran positif, membuat Mia betah berlama-lama mengobrol dengannya, menganggapnya sebagai putrinya sendiri.

“Kamu sama Jibran ada rencana nikah?”

Eila tersedak dan segera meletakkan cangkir tehnya di atas meja mendengar pertanyaan tidak terduga itu. Mia yang duduk di samping Eila lantas membantunya agar dia bisa tenang. Astaga! Baru pertama kali ada yang bertanya soal rencana pernikahan, jadi wajar bila reaksi Eila sangat tidak pantas dan malah memalukan.

“Maaf ya, Tante.”

“Enggak perlu minta maaf. Tante yang nggak enak bikin kamu kaget gini.”

Eila merasa matanya perih akibat tersedak, tapi beruntung dia bisa tenang lebih cepat dan mampu menjawab pertanyaan Mia agar beliau tidak merasa bersalah. “Belum ada rencana, Tante. Doain aja.”

Jawaban yang klise, tapi efektif bagi Mia yang tidak mau mendesak Jibran dan Eila untuk cepat-cepat menikah. Beliau sangat paham anak muda zaman sekarang banyak yang tidak ingin buru-buru mengikatkan hubungan dalam janji suci pernikahan. Jadi jawaban Eila sudah cukup memuaskannya.

“Tante sih terserah kalian mau nikah kapan,” balas Mia yang ikut santai. “Asalkan pacarannya nggak bablas.”

Eila yang paham maksud Mia seketika tersipu malu, sebab secara tidak langsung menyinggung gaya pacarannya bersama Jibran yang sangat gemar melakukan kontak fisik. Beruntung masih bisa terkendali, jadi tidak bablas seperti yang dilarang Mia.

“Tenang aja, Tante. Saya sama Jibran masih dalam batas wajar.”

Good. Kalau ketahuan bablas, Tante nikahin kalian hari itu juga.”

Masih dengan nada gurauan, tapi tetap terdengar menyeramkan di rungu karena Eila yakin Mia tidak main-main dengan ucapannya. Namun, Eila tidak merasa sepenuhnya khawatir, sebab dia dan Jibran masih memiliki batas sejauh apa hubungan terjalin. Jika ingin melakukan di luar batas itu, mereka harus terikat dan sampai saat ini rencananya belum pasti.