To the Beautiful You: Prolog
Cantik dan tampannya fisik itu relatif, maka tidak semuanya memiliki anggapan cantik dan tampan yang sama. Setiap orang pun memiliki tipe idealnya masing-masing dan tidak bisa dibandingkan satu sama lain.

Bagi saya, Martha adalah definisi cantik yang tidak akan pernah bosan untuk saya sanjung. Matanya bundar, rambutnya hitam pekat dan panjang, jemarinya mungil sampai bisa tersembunyi di balik kepalan tangan saya. Senyumnya jangan ditanya. Saya jamin paras cantik yang pernah orang lihat akan jadi biasa saja kala Martha sudah melukiskan senyum di birainya. Itu adalah poin plus yang membuat saya jatuh tanpa memiliki daya untuk bangkit ke realitas.
Martha sudah menyihir saya untuk terus terkurung dalam belenggu asmara, menahan saya agar tidak bebas dari rantai yang menyatukan hati kami agar tetap bersama, serta memanah jiwa saya untuk terus mencintai dia dan menjadi miliknya seorang.
Kata orang, usia saya masih muda, tetapi saya tidak keberatan ketika melepas masa muda untuk hidup bersama satu orang sampai bertemu kekekalan. Saya tidak menyesal ketika mengucap janji suci hingga sah di mata Tuhan dan negara menjadi suami Martha.
Indahnya kehidupan pernikahan kami nikmati penuh sukacita, perdebatan kecil kami alami tanpa takut terpisahkan, serta rencana beberapa tahun ke depan sudah kami susun dan mulai berjalan. Tidak dapat dipungkiri alasan pertama saya bisa jatuh cinta pada Martha karena fisiknya yang sedap dipandang. Pun tidak bisa mengelak bahwa perubahan fisik ketika masa pernikahan berjalan akan ada waktunya tiba.
Sejak melahirkan dan sibuk merawat anak kami, Martha selalu bertanya apakah penampilannya sudah tidak menarik pada saya. Pertanyaan itu selalu saya jawab, “Kamu selalu cantik. Percaya sama aku, deh.”
Untuk sesaat, Martha akan terhibur dan rasa percaya dirinya muncul. Namun, di momen berikutnya Martha akan bercermin dalam waktu lama bersama ketakutan yang pernah dia ungkapkan secara gamblang; bahwa suatu saat saya akan meninggalkan Martha hanya karena dia sudah tidak cantik lagi; bahwa saya akan meninggalkan Martha karena sudah tidak pantas diajak bersanding.
Padahal perubahan yang dialami Martha tidak mengurangi minat saya terhadapnya, tidak mengikis cinta saya untuknya, tidak melunturkan keinginan saya untuk bersamanya. Bagi saya, Martha tetap definisi cantik yang selalu saya puja. Martha tetap menawan tanpa perlu berusaha keras untuk menunjukkan pada dunia bahwa dia juaranya. Cukup menjadi juara di hati saya, dengan itu Martha sudah memiliki dunianya.
Sayang, himpunan aksara manis tidak akan pernah cukup bagi Martha yang terus kehilangan kepercayaan diri. Martha tetap merasa kurang, padahal bagi saya dia sudah memiliki segala yang saya butuhkan.
Martha, bila bertanya lagi soal fisik yang bagimu tidak sempurna, percayalah bahwa itu bukan masalah. Penilaian orang lain hanya ucapan sesaat yang tidak patut kamu ingat lama. Sedangkan anggapan saya adalah penilaian sepanjang masa yang tidak akan pernah berubah. Martha, kamu sudah jadi segalanya. Sebab tanpa kamu sadar, hadirmu membuat saya merasa lengkap.