Skenario Dadakan

“Kalau kangen bilang aja kali.”

Ponsel di tangan Eila nyaris jatuh dari genggaman ketika Natta tiba-tiba bicara di dekat telinganya, lalu buru-buru dimasukkan ke saku apron bagian depan karena sudah tertangkap basah di sela-sela meggulung adonan croissant. Eila tidak menonton yang aneh-aneh, hanya sedang stalking mantan—alias Jibran Dava Adelard, sang aktor yang tengah sibuk syuting dan hilir mudik di berbagai media.

Natta tertawa setelah berdiri di sisi lain meja untuk membantu kakaknya, puas sekali karena akhirnya dia bisa menangkap basah Eila sedang merindukan aktor tersebut.

“Kak Trian udah cerita alasan kamu putus sama Kak Jibran,” ucap Natta setelah tawanya berhenti. “Jujur, alasan kamu untuk putus itu aneh, karena aku yakin kalian saling cinta. Buktinya kamu stalking akun Twitter Kak Jibran. Kalau bukan kangen, apa lagi coba? Terus kalau beneran alasan kamu minta putus karena ternyata selama ini cuma strategi, kamu nggak mungkin repot-repot stalk mantan. Pasti bodo amat karena udah nggak penting lagi bagi kamu.”

Eila gigit bibirnya, ingin menulikan rungu selagi Natta bicara, tapi gagal karena yang dikatakan adiknya begitu menohok. Bukan karena tebakannya benar saja, sebab dari awal aktingnya hari itu juga menghancurkan hatinya. Maka ketika ada orang yang membahas Jibran di depannya, terlebih orang terdekat, Eila pasti mati-matian menahan tangis. Bukan karena merindu saja, tapi ia juga sedih sudah menyakiti Jibran yang tidak tahu apa-apa.

“Orderan yang mau diambil bentar lagi udah disiapin, ‘kan?” Alih-alih merespons yang Natta katakan, Eila memilih topik lain sambil mulai menggulung adonan lagi.

“Udah rapi banget, Kak. Makanya aku nunggu jawaban kamu, nih.”

Eila tidak langsung bersuara karena masih sibuk dengan tugasnya. Barulah setelah menggulung tiga adonan, Eila menjawab, “Kalau nggak ngalamin kelihatannya gampang ngomong apa-apa, tapi situasi itu nggak sesederhana yang kamu kira, Natta. Lagian mau waktu itu atau nanti, hubungan aku sama Jibran nggak akan berhasil. Dia udah dijodohin sama orang lain, jadi nantinya putus juga.”

Ah, benar. Natta melupakan satu poin yang membuatnya harus menarik kata-katanya tadi. Saking gemasnya dengan hubungan Jibran dan Eila, ia sampai lupa bahwa sang aktor sudah dijodohkan yang jelas tidak bisa dibatalkan secara sembarangan. Natta yang tadinya menghakimi Eila jadi merasa bersalah, sebab kakaknya tidak dalam posisi yang menguntungkan untuk bertahan dalam hubungan yang nantinya akan berakhir juga.

“Tapi ini udah sebulan sejak Kak Jibran mulai syuting. Apa nggak mau buat komunikasi yang baik?”

“Komunikasi aku sama dia baik-baik aja, kok. Cuma jarang dan nggak seharusnya diumbar.”

“Terus kangen, ‘kan?”

“Kang—enggak!”

Eila merengut kesal karena hampir keceplosan. Lain dengan Natta yang malah tertawa mendengar kakaknya hampir jujur. Belum sempat Natta meledek, bunyi bel pertanda ada pelanggan yang datang menerbitkan senyum Eila karena berhasil diselamatkan. Eila melepas apron dan sarung tangannya, lalu bergegas menuju toko untuk menyambut pelanggan yang akan mengambil orderan. Seperti biasa, Eila pasti tersenyum pada konsumennya tanpa peduli perasaan yang tengah kacau.

Namun, kali ini senyumnya tidak bertahan lama. Sebab ketika ia sudah berada di toko dan melihat siapa yang datang, semangatnya luntur dan digantikan dengan perasaan negatif. Alasannya karena pelanggan yang datang hari ini berhasil mencuri rasa bahagia yang berusaha dipertahankan secuil oleh Eila. Orang itu adalah Kalani, aktris yang sedang memerankan karakter Anata Hapsari di film teranyar dan rencananya tayang tahun depan.

Bukan itu saja yang membuat secuil kebahagiaan Eila hilang, karena di belakang Kalani ada pria yang berdiri dengan canggung. Ya, dia Jibran, aktor yang menjadi lawan mainnya dan entah skenario apa yang dibuat hingga mereka bisa datang bersama-sama.

Well, Eila tidak tahu mau peduli skenario apa yang mereka buat, karena dia sudah membuat skenario dadakan di kepala.

Kembali memasang ekspresi ceria untuk memulai akting terbaiknya, Eila menyapa, “Halo. Selamat datang di Sweet Crown. Pesanan atas nama siapa?”