Tara, Zanitha, dan Masa Depan
Tara Vikrama hampir lupa bagaimana rasanya mencintai wanita amat dalam hingga dia ingin memberikan yang terbaik di setiap temunya. Hampir lupa bagaimana rasanya memadu kasih dan membayangkan masa depan bersama-sama sembari menggenggam erat tangan sang puan, seolah menjadi janji tak terlisankan bahwa dia akan membantu mencapai masa depan itu.
Tara sudah melalui masa remaja dan dewasa awalnya dengan suka duka yang membentuk dirinya hari ini. Namun, saat bersama Zanitha Arshavina, perempuan yang terpaut 8 tahun lebih muda darinya, membuat Tara merasa kembali muda kala mendengar setiap cerita sang kekasih terkait rangkaian masa depan yang diidamkan. Tara hanya menjadi pendengar, sesekali merespons sesuai porsinya, menyimak apa pun yang disampaikan Zanitha tanpa membuat penilaian buruk di kepala.
Sembari berbaring berdampingan di atas kasur kamar tamu tempat Zanitha menginap di rumah sang duda—atas request Charity, putrinya—segala kisah di kepala tertuang melalui kata dan dipahami betul oleh pendengar yang tepat.
“Aku udah cerita banyak nih maunya apa setelah lulus kuliah, mulai dari yang realistis sampai nggak masuk akal juga aku ceritain,” Zanitha tertawa sebagai jeda, “sekarang giliran kamu, dong. Apa aja gitu,” pinta sang puan seraya berusaha menarik tangannya yang tidak berhenti dikecup Tara.
Pria itu diam sejenak, memilah apa yang perlu disampaikan untuk memuaskan keinginan kekasihnya. Jujur, ada banyak sekali keinginan Tara baik yang berusaha dia gapai sampai hanya dipendam. Maka tidak heran sekarang Tara bingung harus menceritakan yang mana.
Setelah menemukan cerita yang tepat, Tara baru menjawab, “Selain kerjaan, aku mau rawat Charity sebaik mungkin sampai dia dewasa dan dipinang orang yang tepat. Aku bakal ngasih yang terbaik buat Charity supaya dia nggak kekurangan apa pun. Bukan soal materi aja, tapi kasih sayang juga. Dia nggak pernah rasain kasih sayang ibu, makanya aku harus punya dua peran itu. Emang nggak bisa dibandingin karena rasanya jelas beda, tapi aku harap kekosongan itu bisa diisi dan Charity tetep ngerasa lengkap.”
Tara mengeratkan genggamannya pada tangan Zanitha, beralih menatap sang puan yang sedang menaruh atensi untuk menyimak ceritanya. Beberapa tahun lalu setiap menoleh, Tara tidak menemukan sosok yang bisa membuat debar jantungnya bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya, atau menciptakan sensasi geli bagaikan ada yang menggelitik di perut. Lantas delapan bulan terakhir hingga di masa mendatang, sosok yang Tara cari telah ditemukan. Mengisi hatinya yang sempat hampa tanpa cinta.
“Sekarang aku seneng Charity kenal kamu. Dia jadi ngerasain gimana disayang ibu. Ini bukannya kode ngajak kamu nikah, tapi emang faktanya begitu. Charity kelihatan lebih lengkap berkat kamu. Walaupun anaknya malah main ke rumah mama aku setelah kamu nginep.”
Zanitha tertawa dan makin geli saat pagi ini Charity malah meminta ke rumah orang tua Tara, dengan alasan agar sang ayah dan kekasihnya bisa berduaan. Toh, semalam Charity tidur di samping Zanitha dan nyaman seakan tengah tidur bersama orang tuanya. Maka bagi Charity tidak masalah saat harus meninggalkan Tara dan Zanitha berdua di rumah.
“Kamu pernah ketemu perempuan lain yang kelihatan lebih siap nikah setelah sama aku?”
Pertanyaan tidak terduga itu menaikkan sebelah alis Tara kala mendengarnya. Cukup mengejutkan, tetapi tidak membuat sang pria heran mengingat Zanitha kadang masih ragu apakah dia layak untuk Tara.
Bersama ketenangan yang selalu Tara tunjukkan di setiap situasi, pria itu menjawab, “Pernah dan mereka udah punya pasangan.”
“Kalau yang belum punya pasangan?”
Tara bangkit dan menopang tubuhnya dengan siku, menatap Zanitha lebih intens hingga wanita itu bungkam tanpa berani bertanya. Ini bukan yang pertama, tetapi saat Tara meraih birai Zanitha dan memberi beberapa kecupan di sana, gadis itu hilang akal untuk beberapa saat hingga tangannya meremas kaus yang dikenakan prianya.
Dengan jarak tipis dan dahi yang saling beradu, Tara melontarkan kalimat yang menghilangkan sejuta keraguan di benak. Membuat Zanitha makin percaya bahwa pilihannya untuk bersama Tara adalah keputusan terbaik dalam hidupnya.
“Aku cuma fokus ke kamu sampai nggak lihat yang lain. Jadi, jangan tanya lagi. Aku cuma buat kamu.”