A-Mature: Dominant
3000 kata. Enjoy <3
Mendapatkan jadwal sidang di hari pertama dan jam terakhir memberikan tekanan besar bagi Judy Keandra yang menjalaninya. Selama seminggu setelah diberi jadwal sidang, Keandra tidak pernah absen untuk mempelajari setiap isi skripsinya yang menjadi penentu kelulusannya. Keandra juga latihan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kemungkinan akan keluar saat sidang bersama teman-temannya—yang juga akan sidang skripsi di hari lain.
Tidak hanya dengan teman-teman senasib, sang suami, Johnny Satya setia membantu Keandra dan berperan seolah-olah dia jadi penguji sidang. Tentu rasanya berbeda karena Johnny bukan penguji sesungguhnya, tapi setidaknya Keandra sudah mendapat bayangan pertanyaan apa saja yang muncul saat sidang oleh suaminya yang sudah punya pengalaman.
Di hari-H, Keandra sudah keringat dingin sejak pagi dan kekhawatirannya menggerus konsentrasi yang susah payah dibangun. Saat sidang berlangsung semuanya dilancarkan—meski Keandra sempat dihantam dengan pertanyaan tidak terduga. Beruntung dia bisa menjawab dengan nyali yang sudah di ujung tanduk, mengantarkannya pada kelulusan dengan nilai memuaskan yang membuat Keandra hampir tidak berdaya di ruang sidang saat semuanya usai.
“Bunny Sayang, selamat!”
“Congraduation, My Friend.”
“AAA! Bentar lagi gue! Tolong kasih testimoni biar gue nggak tegang.”
“Cieee, yang sarjana duluan.”
“Bunny, tolong doain anak kostan ini yang bentar lagi mau sidang juga, ya.”
“Nih, kado dari kita. Bunganya nggak yang asli, biar abadi.”
Di lobi Fakultas Psikologi yang ramai oleh mahasiswa lulusan baru dengan perayaan masing-masing, Lucas, Mark, Mina, Hendery, Dejun, dan Yeri silih berganti mengucapkan selamat untuk teman mereka yang pertama lulus. Keenamnya yang tergabung dalam Geng Magadir memberikan buket bunga dan selempang bertuliskan nama Judy Keandra beserta gelar barunya sebagai hadiah. Tidak lupa berfoto bersama dan berbagi pengalaman saat sidang agar Geng Magadir lain siap sebelum waktu mereka tiba.
“Jadwal sidang gue empat hari lagi. Jadi, tolong bantuin gue siapin diri buat sidang, ya,” pinta Mina yang sama-sama jurusan psikologi bersama Keandra.
“Gue juga!” seru Yeri yang sudah mual akibat tegang. “Kita emang beda jurusan, tapi minimal tahu keadaan di sana.”
“Yeri, mending siapin sidangnya bareng gue aja,” usul Lucas sembari merangkul Yeri yang langsung menyingkirkan lengan besarnya.
“Males. Yang ada lo nggak fokus, terus godain gue mulu. Capek, mendingan sama yang udah sarjana.”
Dejun, Mark, dan Hendery tertawa puas melihat Lucas yang ditolak mentah-mentah oleh Yeri. Sudah mau sarjana, tapi dua orang itu masih saja suka bersinggungan. Saat sedang asyik bercengkerama dan melakukan selebrasi sederhana dengan menikmati donat yang dibeli oleh Mark, ponsel Keandra yang ada di tangannya berdering menandakan pesan masuk.
Begitu dibuka pesannya, Keandra tersenyum lebar dan segera pamit untuk menghampiri seseorang yang telah menantinya. “Guys, gue duluan, ya. Suami gue udah nungguin.”
“Aduh, yang udah punya suami mah beda, ya,” ucap Dejun sok iri dengan status temannya yang lebih dulu taken.
“Sekali lagi selamat ya, Bunny. Doain gue juga lancar,” Mark ikut bersuara seraya mengelus dadanya yang berdebar tidak tenang.
“Lo hati-hati di jalan sama Bang Johnny. Kalau ada apa-apa, telepon gue aja.”
Paham apa maksud Hendery, Keandra hanya tertawa seraya manggut-manggut. “Pokoknya makasih, ya. Nanti gue traktir makan-makan setelah kita semua lulus. Duluan!”
Keandra melambai selagi kakinya berjalan meninggalkan keenam temannya yang membalas lambaiannya dengan senyum antusias. Setelah berada di luar lobi, Keandra mempercepat langkahnya karena tidak mau sang suami menunggu terlalu lama di area parkir. Di depan mobil hitamnya, Johnny Satya menunggu sang istri di bawah mentari senja yang cerah dengan satu buket bunga ukuran besar di tangan kanannya.
Cerahnya mentari senja langsung kalah telak oleh senyum Keandra yang berjalan cepat untuk mendekatinya, mengundang senyum Johnny yang ikut mekar. Johnny merentangkan tangannya saat mereka sudah dekat beberapa langkah, yang disambut dengan semringah oleh Keandra hingga ia melompat pelan dan menghamburkan dirinya dalam dekapan hangat sang suami.
“Congratulation, My Wife,” tutur Johnny sembari mengeratkan dekapannya. “Usaha kamu nggak sia-sia.”
“Berkat bantuan kamu juga.” Keandra mengurai pelukannya tanpa melunturkan senyum lebarnya.
“Aku nggak bantu banyak. Kamu lulus karena usaha sendiri.”
“No.” Keandra menggeleng tidak setuju. “Kamu yang bantuin aku simulasi sidang, ngasih saran, ngasih semangat, sama ngasih bunga.”
Keandra merebut buket bunga dari tangan Johnny yang sudah pasti untuknya. Johnny tertawa dan memberikan kecupan manis di dahi sang istri yang kini tidak dipenuhi pikiran buruk soal sidang lagi. Seandainya bisa mengabaikan presensi mahasiswa lain yang mondar-mandir di sekitar mereka, Johnny sudah meraih bibir Keandra yang dipoles dengan lipstick warna cherry dan menciumnya. Sayang, untuk sekarang Johnny harus sabar dan menahan diri sampai tiba di rumah.
“Kita harus makan enak buat rayain kelulusan kamu. Mau di mana?”
Keandra menengadah dan berpikir restoran mana yang akan dipilih untuk menjadi tempat makan malam mereka. Di mana pun tempatnya, Johnny pasti akan menyanggupi tanpa berpikir dua kali. Apalagi ini hari spesial Keandra, jadi momennya sangat tepat untuk memilih lokasi terbaik sebagai ‘kencan’. Setelah menemukan tempat dan makanan apa yang akan dinikmati mereka hari ini, Keandra kembali menatap Johnny yang sudah menanti.
“Aku tahu tempat yang paling pas buat kita.”
Saat Keandra menyebut tempat yang pas untuk mereka, Johnny mengira istrinya akan memilih restoran yang romantis dan butuh reservasi khusus untuk makan di sana. Kalau tidak, Keandra akan memilih restoran sushi kenamaan yang harganya bisa dikeluhkan olehnya akibat terlalu mahal. Rupanya perkiraan Johnny salah, sebab Keandra memilih memesan BK dan makan di rumah dengan posisi duduk saling berdampingan.
Menu makan malamnya juga jauh dari ekspektasi, tapi Johnny tidak terlalu bingung mengingat istrinya bukan orang yang repot urusan makanan. Ditambah lagi BK adalah salah satu makanan favorit dan wajib dibeli menggunakan kupon yang selalu ada di dompet Keandra. Dengan burger yang wajib dibeli sebanyak tiga porsi, chocolate float, dan fries, Keandra sudah puas dengan makan malamnya tanpa beban setelah menyelesaikan kuliahnya dan mendapatkan hasil memuaskan.
“Jujur, aku ngiranya kamu bakal pilih restoran mana gitu buat makan malam,” Johnny menyeka noda saus di sudut bibir Keandra menggunakan tisu, “ternyata pilihnya BK dan belinya pake kupon kamu.”
“Tadinya aku nggak mau beli BK,” balas Keandra sembari membuka burger terakhirnya, “terus aku mikir apa mending masak aja gitu ya biar lebih hemat. Tapi karena akunya capek dan nggak mau kelamaan, yaudah, pilih BK aja. Aku udah lama nggak makan BK, apalagi selama ngerjain skripsi makannya sok sehat banget.”
Alasan yang masuk akal, jadi Johnny tidak bertanya lagi dan membiarkan Keandra menikmati makan malamnya. Johnny sudah selesai dan kini sibuk mengamati istrinya—yang sejak zaman pacaran selalu semangat menikmati makanan kesukaannya.
Setelah Keandra menyelesaikan malamnya, Johnny merogoh sesuatu dari saku celananya sambil berkata, “Aku ada sesuatu buat kamu.”
Keandra merespons sembari menatap Johnny penuh tanya, “Apa?”
Alih-alih menjawab dengan lisan, Johnny langsung menunjukkan hadiah yang dia siapkan. Kotak yang kini dibuka dan menunjukkan kalung dengan bandul hati berlabelkan Tiffany & Co. “Hadiah kelulusan.”
“Padahal aku nggak minta,” cicit Keandra, masih tidak percaya dengan hadiah yang Johnny berikan untuknya.
“Tapi aku mau ngasih.” Johnny mengeluarkan kalung itu dari kotak, lalu memakaikannya di leher sang istri yang selalu polos tanpa aksesoris.
Sejak menikah—lebih tepatnya setelah damai dari konflik yang sempat hampir memisahkan mereka—Johnny jadi lebih romantis dan rasa pekanya meningkat. Johnny akan tiba-tiba mengirim pesan manis seperti ucapan sayang dan cinta, tiba-tiba mengirim foto dan memberi tahu apa yang akan dilakukannya, dan kini memberi hadiah tanpa diminta apalagi dikode seperti yang biasa Keandra lakukan.
“Thank you.” Keandra langsung memeluk Johnny setelah kalung itu melingkar sempurna di lehernya.
Tidak cukup dipeluk, Johnny menyambar leher Keandra sebagai sasaran empuk untuk bibirnya. Terasa geli dan basah, mengundang tawa Keandra yang kadang masih tidak terbiasa kala titik sensitifnya diserang dengan seduktif.
“Eh, bentar.” Keandra segera menahan Johnny dan mendorongnya agar menjauh. “Aku ada kado juga buat kamu.”
Giliran sang pria yang bingung karena dia tidak berekspektasi akan diberikan hadiah juga oleh istrinya. “Kamu nggak perlu bales aku, Sayang.”
“Aku emang mau ngasih hadiah selesai sidang. Tapi wajib mandi dulu sebelum buka hadiahnya, biar seger.”
Pikiran aneh mulai berkeliaran di benak Johnny karena dia diwajibkan mandi, hingga dia menerka-nerka maksud hadiah yang akan diberi. “Mandinya bareng?” tanya Johnny jail.
“Masing-masing,” jawab Keandra seraya menggeleng. “Kamu dulu, baru aku.”
“Padahal lebih enak bareng, lho.”
Keandra tertawa kecil melihat Johnny yang tiba-tiba manyun. “Kamu dulu ya, Kak.”
Kali ini Johnny tidak membantah perintah istri manisnya. Sebelum makin didesak, Johnny segera beranjak dari ruang makan menuju kamar untuk mandi seperti yang diminta Keandra. Begitu Johnny masuk, Keandra membuang sampah dan membersihkan meja yang kotor. Dia menyusul ke kamar dan menunggu Johnny mandi sebelum gilirannya tiba.
Durasi mandi Johnny bisa dibilang singkat, yang penting tubuhnya bersih dan wangi. Beda lagi jika tadi Johnny mandi bersama Keandra, durasinya pasti lebih lama karena melakukan hal lain yang sangat ‘menyenangkan’. Keandra langsung masuk ke kamar mandi setelah Johnny selesai, tapi istrinya sampai saat ini belum kunjung keluar setelah hampir 20 menit dia nantikan sembari duduk bersandar di kasur.
Johnny hafal betul istrinya akan mandi cepat kalau sudah terlalu malam, sedangkan sekarang pintu kamar mandi masih tertutup rapat, padahal bunyi gemericik air sudah tidak terdengar. Khawatir terjadi sesuatu di dalam, Johnny memutuskan untuk menghampiri sang istri demi memastikan keadaannya tidak apa-apa.
Belum sempat dia bangkit dari kasur, akhirnya pintu terbuka dan Keandra keluar dengan tubuh yang masih dibalut bathrobe dan rambut terurai. Aroma bubblegum langsung menguar di indra penciuman Johnny, begitu segar dan manis sampai pria itu ingin memeluk istrinya sesegera mungkin.
“Kamu tumben banget mandinya la … ma.” Suara Johnny mengecil di kata terakhir kala melihat Keandra membuka bathrobe-nya, menunjukkan daksanya yang dibalut oleh chemise.
Chemise itu panjangnya di atas lutut, membuat kaki Keandra tampak lebih jenjang dari biasanya. Tali tipis di pundak menjadi bagian penting untuk menahan chemise agar tidak terlepas. Meski gunanya untuk melindungi, tetap saja tidak menutupi lekuk tubuh Keandra yang menerawang di balik chemise berbahan renda.
Keandra yang biasanya mengenakan piama atau kaus dan celana training saat tidur, jelas memberikan pemandangan asing dengan chemise-nya hingga membuat Johnny memaku sampai tidak mampu berkedip. Keandra mendekati Johnny dengan dagu yang sedikit diangkat, pasalnya dia sendiri malu menggunakan pakaian sensual, jadi dia berusaha membangun rasa percaya diri seiring dengan langkahnya yang makin dekat pada Johnny.
Dada Johnny seketika naik turun dengan cepat saat Keandra makin dekat dan aroma bubblegum kian menusuk indra penciumannya. Jika saja dia egois, Johnny pasti langsung menarik Keandra agar segera menempel padanya. Sayang, selain berusaha memendam egonya, Johnny pun masih sulit bergerak selagi matanya yang berjalan mengikuti langkah Keandra.
Akhirnya yang dinanti tiba, Keandra sudah berada di sisi kasur dan mulai merangkak naik menuju sasaran. Animo Johnny meningkat saat Keandra sudah duduk di pangkuannya, tersenyum seduktif seraya memainkan ujung rambutnya untuk menggoda sang pria. Merasa diundang, tangan Johnny merangkak naik untuk ikut memainkan rambut sang istri, tapi Keandra buru-buru menahannya agar tetap di posisi.
Keandra menggeleng, memberi tahu Johnny bahwa ini bukan waktunya dia bermain. Keandra ingin mendominasi lebih dulu, menggoda suaminya yang belum apa-apa sudah hampir kehilangan kesabaran.
Keandra tarik kerah piama Johnny, lalu membuka dua kancing teratas tanpa melepaskan pandangan dari sang pria yang sudah masuk perangkap pesonanya. Tidak ada riasan di wajah Keandra, tapi Johnny dibuat terpana dengan kecantikan yang selalu membuainya. Johnny mendesah tertahan kala telunjuk Keandra menelusuri tulang selangka yang menjadi bagian sensitifnya.
Tanpa kesulitan, Keandra membuka kerah piama yang menghalangi pemandangan indahnya. Keandra menunduk, lalu mencium tulang selangka Johnny yang menonjol untuk menggodanya. Gerakan bibir Keandra begitu sensual, membangkitkan hasrat terpendamnya. Johnny menengadah kala bibir itu merangkak naik ke leher dan bermain di sana. Johnny mengerang saat Keandra berhasil menemukan titik sensitifnya, terus mengulang di sana hingga syahwatnya nyaris meledak.
Saat birai itu masih bermain di leher, jemarinya kembali membuka satu per satu kancing, lalu menanggalkan atasan Johnny dan melemparnya sembarang. Keandra menahan Johnny agar tidak menyentuhnya sedikit pun. Sebab satu sentuhan saja, maka Johnny akan mendominasi dan Keandra belum mau itu terjadi.
Ini baru permulaan, tapi tidak ada satu kata pun yang mampu keluar untuk mendeskripsikan kenikmatan meski sudah terhimpun. Maka biarkan lenguhan kecil menjadi pengganti kata yang hilang, sebab suara-suara pemecah kesunyian itu sudah menjadi wakil atas kenikmatan yang didapat. Keandra tatap manik cokelat Johnny yang memandangnya lapar karena keinginannya belum terpenuhi.
Senyum jail terbit di bibir Keandra, merasa puas karena mampu membuat Johnny memohon padanya. Keandra kecup dahi Johnny, turun ke kelopak mata, kedua pipi, berakhir di bibir yang Johnny balas dengan rasa lapar. Saat itulah Keandra biarkan Johnny menyentuhnya. Mulai dari bagian yang ‘aman’, sampai bagian ‘intim’ yang membuat Keandra mendesah di sela-sela ciuman.
Dengan enggan Johnny menarik bibirnya demi memandang Keandra dalam jarak dekat. Tangannya menyentuh tali tipis yang melindungi, memainkannya sejenak dan melepas keduanya hingga otomatis jatuh mempertontonkan tubuh bagian atas Keandra yang bisa Johnny pandang dengan jelas. Giliran bibir Johnny yang bermain di setiap titik sensitif istrinya, menghirup aroma yang membuatnya gila karena tidak henti menggodanya.
Keandra meremas surai Johnny sebagai kode agar suaminya terus bermain di ceruknya, bagian paling sensitif yang butuh diberi kepuasan.
“Kamu cantik,” puji Johnny setelah mengakhiri permainan bibirnya. “Kamu selalu cantik.”
Keandra tersenyum dengan pikiran yang masih mengudara karena baru menerima kenikmatan. “Lebih cantik waktu lagi kayak gini?”
Tawa kecil mengudara selagi tangan Johnny bermain di chemise Keandra yang masih membalut tubuh bagian bawahnya. Dengan mudah Johnny menanggalkan seluruh chemise itu hingga salah satu pemandangan terbaik dari sang istri bisa dia dapatkan.
“Lebih cantik waktu kayak gini.”
Keandra memukul dada Johnny pelan dan kembali mencium birai yang tersenyum itu tanpa dosa. Tidak begitu lama, sebab Johnny meraih tangan Keandra dan mencium setiap jari sang istri dengan penuh pujaan. Di sesi pembukaan, Johnny selalu tahu cara memperlakukan Keandra layaknya ratu yang begitu dihargai dan diinginkan untuk bersatu.
Johnny paham cara melayaninya hingga membuat Keandra mabuk kepayang meski itu hanya ciuman singkat. Belaiannya pun begitu halus, selalu tepat di titik terciptanya nafsu.
“Cantik ….”
Tidak lupa bisikan pujian yang memanjakan rungu saat indra peraba Johnny tengah bekerja. Di awal permainan semuanya berjalan dengan halus tanpa ingin buru-buru—lain dengan pengalaman pertama yang masih meraba-raba kenikmatan karena masih amatir. Di pertengahan, permainan mulai berjalan lebih cepat sebab tidak sabar untuk mereguk kenikmatan yang lebih agung.
Keandra kembali mendominasi dan membuat Johnny tidak berdaya kala birainya menyambar tiap titik sensitif di antara tungkainya. Biasanya Keandra yang akan menggila dengan sapuan hasrat di bagian terdalam dirinya, tapi kali ini Johnny yang harus kalah telak dan membiarkan istrinya bekerja.
Ini gila! Johnny sampai memejamkan matanya erat kala kenikmatan itu menjalar hingga ke sekujur tubuh, naik sampai ubun-ubun dan membuatnya mengerang saat mencapai kepuasan yang gagal ditahan. Ini masih pertengahan, belum ke bagian inti yang selalu disajikan di akhir.
“Gimana?” tanya Keandra jail setelah berbaring di atas Johnny hingga indra mereka menyatu tanpa pelindung.
Johnny yang masih terengah mencoba memaksakan senyum dan memandang istrinya. “Aku sampai bingung ngomong gimana.” Sambil tersengal-sengal, Johnny kecup pipi Keandra yang merona sepertinya dengan suhu tubuh meningkat akibat kepanasan. “Jadi, ini kadonya?”
Seringai tipis Keandra tunjukkan kala pertanyaan diajukan. Sang puan perlahan bangkit dan duduk untuk meratui sang raja yang menanti permainan berikutnya. Sisa kenikmatan itu masih ada, segera Keandra raih dan dimainkan dalam genggaman hingga bangkit seutuhnya. Johnny kembali mabuk dalam lautan hasrat yang membentang luas, seakan tidak akan pernah habis meski sudah jauh dia arungi bersama Keandra.
Erangan kenikmatan kala pusat tubuhnya merasa terhimpit membuat Johnny makin menggila. Sedangkan Keandra mendesah lega saat bagian kosong dari dirinya jadi penuh. Jemari sejoli yang tengah memadu kasih lewat cara lain ini saling menggeggam erat, mengisi kesunyian malam dengan senandung desau.
Dengan posisi ini, Johnny bisa melihat betapa cantiknya makhluk ciptaan Tuhan berusaha meraih kepuasaan hingga kepalanya menengadah tak sabar. Tidak ada kain yang menjadi pelindung. Satu-satunya hiasan tubuh adalah kalung yang manis, tapi siapa sangka bisa membuat Keandra tambah menggairahkan di saat seperti ini.
Jika di beberapa permainan awal mereka masih amatir dan membiarkan pelepasan berjalan semestinya, maka kali ini Johnny dan Keandra tidak ingin membiarkannya. Johnny menahan laju pinggul Keandra saat puncak hampir tiba, lalu dengan hati-hati membaringkan Keandra di permukaan kasur dan sang perkasa berubah menjadi dominan.
Manik keduanya beradu pandang saat kembali bergerak berlawanan, tidak ingin menjadi pasif demi saling memberikan kenikmatan. Keandra elus pipi Johnny yang berpeluh, tertawa pelan saat prianya mengerang akibat gerakannya, dan memuji sang pujaan yang begitu dia damba.
“I like yours, Johnny.”
Johnny tersenyum mendengar pujian itu. Animonya menjulang menciptakan tetesan peluh yang terus mengucur. “I like yours more, Judy Keandra.”
Gugusan sanjung dan cumbu rayu kian aktif menyatu. Sejalan dengan gerakan mereka yang kian memburu. Lolongan panjang Keandra lebih dulu mengudara, disusul oleh Johnny yang merasa lega saat pelepasan memuaskan akhirnya dia dapatkan.
Johnny kecup dahi Keandra, lalu berbaring di sampingnya dengan napas yang kompak tersengal-sengal. Lelah, tapi mereka puas. Pikiran mereka masih melayang setelah mendapat kepuasan, seperti diterbangkan ke nirwana yang tidak mengecewakan. Ini baru yang pertama, sebab masih ada nirwana lain untuk mereka tuju di malam yang panjang ini.
Tengah malam. Tepatnya pukul satu yang sunyi dan sebagian manusia sudah menghentikan aktivitas mereka untuk istirahat atau melakukan hal lain di rumah. Mungkin ada yang bersenang-senang di klub malam, bahkan Ibu Kota tidak pernah tidur seakan tidak tahu waktu untuk terpejam. Sama halnya dengan sejoli yang sudah puas dengan kegiatan malam mereka dan kini berbaring saling mendekap tanpa busana.
Sesekali Keandra mengelus dada Johnny yang naik turun dengan teratur, ingin merasakan debar jantungnya yang masih berpacu cepat meski syahwatnya telah mereda. Sedangkan Johnny mengabsen setiap bagian di wajah Keandra dengan bibirnya, memperlakukannya sebagai bagian yang amat berharga dalam hidupnya.
“Tadi kamu lumayan ganas.” Johnny memecah keheningan setelah cukup lama bungkam. “Biasanya pasrah aja.”
“Karena biasanya pasrah, aku jadi pengen beda,” ungkap Keandra jujur. “Sebenernya malu, tapi pedein aja. Kalau udah jalan malah kayak biasa aja.”
“Aku aja kaget waktu lihat kamu pake baju begitu. Kapan belinya coba?”
“Dikadoin sama adik kamu.”
Pantas. Sepaham Johnny, istrinya bukan orang yang memiliki fantasi terlalu liar, termasuk memakai pakaian tertentu untuk menggodanya. Johnny juga tidak pernah membayangkan istrinya memakai kostum tertentu untuk menaikkan libidonya. Baru sekarang mengalami dan kalau boleh jujur, Johnny ingin melihatnya lagi.
“Kayaknya aku harus beliin model lain. Soalnya pas lihat kamu pake gitu jadi kelihatan lebih tinggi.”
Keandra mengerucutkan bibirnya dan menatap Johnny nyalang saat menyinggung tinggi badannya yang rata-rata. Yang ditatap malah tertawa tanpa dosa sembari merapatkan tubuh mereka untuk berbagi kehangatan dari sisa-sisa percintaan.
“Thank you,” bisik Johnny dalam jarak yang amat tipis. “Aku suka kadonya. Kapan-kapan tolong kasih lagi, ya.”
Semburat merah yang tadi telah hilang malah kembali muncul menghiasi pipi Keandra akibat malu. “Sekaku-kakunya laki-laki, kalau udah begini emang paling semangat, ya.”
“Aku semangatnya cuma sama kamu, kok.”
“Iyalah!” Intonasi Keandra sedikit meninggi untuk menegaskan posisi. “Kamu cuma punya aku, nggak boleh sama yang lain. Kalau sama yang lain, aku tinggalin lagi.”
Ada ancaman dengan nada bergurau di balik kalimat itu, membuat ketakutan Johnny kembali bangkit saat ingat dia pernah berpisah cukup lama dengan Keandra sebelum akhirnya bersama-sama lagi seperti sekarang. Bukan waktu yang mudah meski Johnny bisa memaksakan diri untuk bersua. Mereka masih berada di satu kota, hanya berbeda tempat dengan kondisi yang masih sama-sama terluka setelah membagi luka.
Selama beberapa bulan Johnny menahan diri untuk tidak menemui Keandra yang enggan berurusan dengannya. Masih perlu menata hati setelah jatuh bangun rumah tangga yang masih seumur jagung sempat menyiksa mereka. Sampai di waktu yang tidak pernah diduga, rumah yang biasanya sepi, tiba-tiba dihuni oleh seseorang yang akhirnya pulang. Johnny disambut oleh kehadiran Keandra yang memberinya kejutan, sampai dia sempat tidak percaya dan mengira itu hanya khayalan semata akibat rindu terlalu dalam.
Namun, mendengar Keandra yang mengoceh karena rumah berantakan, bahan makanan hampir tidak ada, sampai keadaan Johnny yang terlihat memprihatikan, membuat sang pria percaya bahwa cintanya telah pulang. Bila diingat, momen itu amat menyentuh tapi juga menakutkan. Menyentuh sebab akhirnya luka yang mereka dapatkan telah sembuh. Menakutkan sebab Johnny masih mengira itu momen yang fana.
Namun kini, Johnny yakin semuanya nyata, karena Keandra sudah berada di pelukannya.
“Kak, kok bengong?” Keandra mengernyitkan dahi kala sadar Johnny jadi diam akibat melamun.
Johnny yang ditegur kembali ke realitas dan hanya tersenyum sambil berkata, “Enggak apa-apa. Aku cuma terlalu seneng.”
Keandra tidak berpikir aneh-aneh dan ikut tersenyum, memilih menikmati sisa malam yang tidak akan berhenti untuk mereka lalui. Sebab sejak Johnny dan Keandra memutuskan untuk terus bersama, perjalanan panjang mereka kembali dimulai.
Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa tinggalkan jejaknya <3
Sedikit informasi, Bunny itu singkatan dari Bu Johnny.













